Menunaikan ibadah puasa di negara Amerika bagian barat terasa berbeda dengan di Indonesia terutama masalah waktu. Hal tersebut dirasakan oleh Rusnadi, dosen Tadris Bahasa Inggris yang saat ini menempuh pendidikan doktoral (S.3) di Alliant International University, San Diego, California. Lama waktu berpuasa di Amerika sekitar kurang lebih 15 -16 jam, khususnya di daerah negara bagian California. Sedangkan di beberapa negara bagian lain bisa lebih Panjang lagi waktu puasanya.
Selain berbeda dari segi waktu, perbedaan cuaca juga dirasakan Rusnadi saat menjalani ibadah puasa tahun ini. Berpuasa di musim panas (Summer) yang panasnya bisa mencapai 400 Celsius lebih tentu saja berbeda dengan berpuasa di musim dingin (Winter) atau musim semi (Spring). Di bulan puasa kali ini, meski masih musim semi, namun karena San Diego berada di daerah selatan dekat dengan Meksiko, cuaca terasa cukup panas. Dalam kondisi ini, banyak umat muslim yang berpuasa disana menghabiskan waktu di rumah daripada beraktifitas diluar. Begitu pula dengan Rusnadi yang lebih nyaman berada di dalam apartemennya dan menunggu waktu untuk berbuka sambil mengerjakan disertasinya.
Hal lain yang juga menarik adalah toleransi beragama dengan non-muslim. Para profesor dan teman-teman di kelas memiliki empati yang tinggi, meskipun Amerika Serikat bukanlah negara yang banyak penduduk Muslimnya dengan masyarakatnya yang juga beragam, bahkan banyak pendatang dari berbagai negara di dunia, tambah Rusnadi.
Tidak ada makanan khas seperti kue-kue Ramadhan seperti di Pasar Wadai Banjarmasin. Untuk keperluan berbuka dan sahur, sebagian umat Muslim disana membelinya di toko kebutuhan pokok di salah satu masjid di Islamic Center San Diego. Di sini umat Muslim bisa mendapatkan bahan-bahan makanan dan minuman halal seperti beras, telor, ikan, daging, buah-buahan, kurma, teh, kopi dan lainnya.
Selain bercerita tentang pengalaman berpuasa disana, Rusnadi juga berbagi kisah tentang pengalamannya dalam menyelesaikan pendidikan doktoralnya. Di Amerika, mahasiswa dari semua tingkatan, S-1, S-2, ataupun S-3 dituntut untuk menjadi pembelajar yang aktif dan kritis, untuk bisa berpartisipasi di dalam kelas. Tidak hanya itu, mereka juga wajib mempelajari terlebih dahulu topik dan bahan pelajaran yang akan dibahas saat perkuliahan sebelum profesor memulai perkuliahan.
Membaca berbagai materi perkuliah berupa buku-buku dan beberapa artikel tentang topik perkuliahan adalah sesuatu yang biasa dan wajar dilakukan oleh mahasiswa di Amerika, dan ini sudah menjadi budaya dan tradisi mereka. Tidak membaca berarti tidak siap dengan perkuliahan, dan profesor pasti tahu bahwa yang bersangkutan tidak membaca, karena tidak bisa aktif ikut berpartisipasi di dalam perkuliahn. Karena itulah, Rusnadi menekankan bahwa harusnya mahasiswa Indonesia terutama di UIN Antasari agar belajar dari tradisi yang baik ini. ”Budayakan membaca sebelum memasuki ruang-ruang perkuliahan, sehingga tempat perkuliahan pun akan menjadi aktif dan diskusi-diskusi serta pemikiran kritis akan berteberan dan muncul dari ruang-ruang kelas universitas dan perguruan tinggi kita di Indonesia.” pesannya.
Rusnadi juga mengingatkan bahwa ”time is money.” Kalimat ini menurutnya merupakan kata-kata yang menjadi motivasi dan acuan bagi orang-orang di Amerika Serikat bahwa waktu sangat berharga dan setiap detiknya memiliki nilai yang jauh lebih berharga daripada emas. Sehingga menurutnya, orang-orang Amerika dan juga dia sendiri tidak akan menyia-nyiakan waktu mereka untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. (Din/Afi)
Kampus Alliant International University, San Diego, California, USA
Kegiatan Menjelang Berbuka Puasa di Islamic Center, San Diego
Kegiatan Sholat Isya dan Tarawih Berjama’ah di Islamic Center, San Diego
Kegiatan Ta’lim bagi Anak/Remaja dan Muallaf di Islamic Center, San Diego
